Monday, April 28, 2008

Memalukan ,Sekolah Ketahuan Curang



Sungguh ironis , SMA Kartika di Makassar masuk berita acara kecurangan Ujian Nasional tahun 2008 berikut berita lengkapnya dari Tribun Timur


15 Guru SMA Kartika Ditahan
Langsung Ditahan, Termasuk Kepsek, Wakasek, dan Staf Tata Usaha; Polisi Sita Uang Upah Kerjakan Soal; Panitia UN Sulsel Siap Ujian Susulan; Rektor Unhas Sinyalir Seluruh Sekolah Terlibat
Makassar, Tribun - Sebanyak 15 guru Sekolah Menengah Atas (SMA) Kartika Wirabuana, termasuk kepala sekolah (kepsek) dan wakil kepala sekolah (wakepsek) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bocornya soal ujian nasional (UN).
Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Makassar Timur AKBP Kamaruddin didampingi Kasat Reskrim Polresta Makassar Timur AKP M Nur Akbar mengungkapkan hal tersebut kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (25/4).
Dengan demikian, total sudah 16 tersangka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus memalukan ini.
Seluruh tersangka ditahan di ruang sel dan penitipan Polresta Makassar Timur.
"Semuanya mengaku dan bersama-sama mengatakan bahwa hal tersebut mereka lakukan atas perintah kepala sekolah. Mereka akan dikenakan tiga pasal sekaligus, yaitu pasal 419 tentang penyalahgunaan jabatan, pasal 322 tentang membuka rahasia, dan pasal 55, 56 KUHP tentang ikut membantu kejahatan," kata Kamaruddin.
Kamaruddin mengurai satu per satu peran kepsek, wakepsek, guru, dan staf tata usaha SMA Kartika Wirabuana -dulunya bernama Kartika Chandra Kirana- dalam skandal ini (lihat, Peran 16 Tersangka).
Kepsek SMA Kartika, Syamsuddin, sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Pemeriksaan Silang
Dari pemeriksaan Syamsuddin, Kamis (24/4), sejumlah guru dan staf tata usaha diduga kuat terlibat khususnya dalam pengerjaan soal yang bocor.
Kemarin, polisi kemudian melakukan pemeriksaan terhadap belasan guru yang terlibat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, mereka kemudian ditetapkan sebagai etrsangka dan menjalani penahanan.
Proses pemeriksaan guru-guru tersebut berlangsung mulai pukul 09.00 wita hingga tadi malam.
Mereka datang bersamaan ke kantor polisi. Sebagian diperiksa di Unit Jitkaor Satreksrim, beberapa guru diperiksa di Unit Khusus Satreskim.
Saat wartawan datang untuk meliput, sebagian guru yang sudah menjalani pemeriksaan memilih untuk tetap berada di ruang penyidik dan enggan untuk keluar.
Di antara 13 guru yang menjadi tersangka, delapan orang di antaranya adalah perempuan.
Pengerjaan soal-soal tersebut dilakukan dalam waktu berbeda sesuai dengan jadwal ujian yang akan dilakukan keesokan harinya. Pengerjaan soal dilakukan di ruangan laboratorium Kimia.
Perbedaan Keterangan
Pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap tersangka Mursal, staf tata usaha SMA Kartika yang membuka segel tergolong alot.
Pasalnya, sejumlah pertanyaan awal dari pihak penyidik kepolisian dijawabnya dengan kata, "tidak tahu".
Hal tersebut kontan membuat penyidik sedikit mengalami hambatan. Ketika polisi menanyakan lagi apa perannya dalam proses pembocoran soal tersebut, lagi-lagi dijawabnya dengan kata tidak tahu.
Penyidik kemudian mengawali pertanyaan kepada Mursal dengan mengutip terlebih dahulu pernyataan Syamsuddin bahwa Mursal terlibat dengan kebocoran soal tersebut dengan membuka segel. "Apa itu benar?" tanya penyidik.
Mursal pun mulai menjawab dengan kata "ya" dan tidak lagi menggunakan kata "tidak tahu" kepada penyidik.
Setelah jawaban ya tersebut, Mursal kemudian menjawab pertanyaan lain dari penyidik dengan jawaban bertutur walaupun pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang sama ketika dirinya menjawab "tidak".
Membantah
Perbedaan keterangan terjadi antara keterangan Syamsuddin dan wakepsek Dg Passau.
Menurut Syamsuddin, salah satu peran Dg Passau adalah mengerjakan soal. Namun Dg Passau menolak disebut terlibat dalam pembuatan soal.
Ia hanya mengaku mengedarkan kunci jawaban tersebut ke sekolah- sekolah lainnya and membagikan imbalan kepada guru-guru atas "jasanya" dalam pengerjaan soal-soal UN yang mereka bocorkan.
Kepala SMA Abdi Pembangunan Andi Syahrir kepada Tribun tadi malam melalui telepon selular juga mengatakan menolak keterangan yang diberikan oleh Syamsuddin bahwa dirinya ikut terlibat dalam rapat yang menentukan keputusan dibocorkannya soal tersebut.
"Saya hanya ikut rapat satu kali dan tidak ada pembahasan mengenai rencana pembocoran soal tersebut. Saat hari pertama pelaksanaan UN saya masih berada di Jakarta. Kalau tidak salah, rapat terakhir para kepala sekolah terjadi malam hari dan saya tidak ikut rapat tersebut," katanya.
Uang Disita
Hingga kemarin, sejumlah barang bukti telah disita oleh aparat kepolisian.
Barang bukti yang disita adalah sampel soal UN, kunci jawaban yang ditulis dalam bentuk ketikan komputer, enam buah ponsel, dan uang tunai Rp 1,6 juta rupiah.
Kunci jawaban yang disita oleh kepolisian, ternyata tidak semua soal dijawab oleh guru-guru.
Seperti yang terlihat disampel kunci jawaban bahasa Inggris dengan kode P55. Untuk soal nomor 4, 15, 24, 33, dan 43, dibiarkan dalam keadaan kosong.
Berdasarkan penuturan seorang penyidik kepada Tribun, diketahui, di tiap mata pelajaran, ada sekitar 10 soal yang dibiarkan kosong.
Soal-soal tersebut menurutnya adalah soal-soal yang dianggap mudah dan bisa dikerjakan oleh siswa.
"Jadi soal-soal yang mudah, tidak dikerjakan oleh guru-guru itu melainkan hanya soal-soal yang sulit saja," katanya.
Barang bukti lain uang Rp 800 disita dari lemari ruangan kepala sekolah Syamsuddin.
Sebanyak Rp 500 ribu merupakan uang hasil pemberian dari SMA Tut Wuri Handayani, sedangkan Rp 300 merupakan pemberian dari SMA Tri Dharma.
Uang tersebut sebagai tanda terima kasih kepada SMA Kartika karena telah mengerjakan soal.
Uang sebesar Rp 800 ribu lainnya adalah uang yang diterima oleh empat guru SMA Kartika masing-masing Rp 200 ribu, sebagai imbalan karena membentu mengerjakan soal tersebut.
Keempat guru yang telah menerima uang adalah Asmawati, Haris Samdi, Norma, dan Nurwati
Wajib Lapor
Sedangkan lima orang yang diamankan pada hari pertama kasus ini terbongkar yaitu Kepala SMA Cokroaminoto Tamalanrea Andi Mappanyompa, guru matematika SMA Cokroaminoto, Aras, seorang pengedar kunci jawaban, Tamin, dan dua mahasiswa UNM, Syahrul dan Burhanuddin, dilepas oleh pihak kepolisian.
Namun mereka diharuskan wajib lapor kepada pihak kepolisian. Menurut penyidi, belum cukup bukti untuk menyeret mereka sebagai tersangka karena tidak terlibat langsung dalam bocornya soal tersebut.
Tamin diketahui tidak memiliki pekerjaan tetap. Tiga tahun terakhir, ia selalu melakukan penjualan kunci jawaban soal UN.
Tidak hanya kunci jawaban yang berasal dari SMA Kartika yang diperolehnya.
Kunci jawaban tersebut juga berasal dari Bandung dan diduga juga diisikannya sendiri dengan spekulasi.
Walaupun mengedarkan kunci jawaban UN dengan tujuan komersil, namun warga BTP ini urung ditahan karena tidak terbukti langsung melakukan pembocoran soal UN.
Menurut polisi, Tamin baru bisa dijadikan tersangka jika ada orang yang melaporkannya terkait kasus penipuan.
"Misalnya ada yang merasa ditipu dengan kunci jawaban tersebut dan melaporkan Tamin, maka bisa saja dia kami periksa lagi dan dijadikan tersangka," kata polisi yang ikut memeriksa Tamin tersebut.
Terbongkar
Kasus tersebut terbongkar berawal dari tertangkapnya dua mahasiswa UNM tersebut, Selasa (22/4) malam.
Saat itu, polisi menyamar sebagai pembeli kunci jawaban soal UN. Informasi tersebut diperoleh polisi dari penyelidikan terhadap laporan beredarnya kunci jawaban UN ke siswa-siswa SMA.
Syahrul dan Burhanuddin ditangkap di salah satu tempat fotokopi di Jl Malengkeri saat akan menggandakan kunci jawaban yang akan dijual. Kunci jawaban tersebut adalah kunci jawaban soal UN Geografi.
Setelah keduanya diperiksa hingga dini hari, diketahui, soal tersebut berasal Tamin yang mengaku dalam tiga tahun terakhir selalu mengedarkan kunci jawaban soal UN.
Tamin kemudian diamankan polisi di Kompleks Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Blok J, Rabu (24/4) pagi.
Di ponsel milik Tamin ada sejumlah pesan singkat (SMS) yang diduga kuat berkaitan dengan kunci jawaban tersebut. Ada sebuah SMS yang bertuliskan bahwa uang sebesar Rp 2,2 juta telah dikirim ke rekening BRI milik Tamin.
Uang tersebut dicurigai sebagai hasil penjualan kunci jawaban soal UN. Selain SMS tersebut ada juga pesan lainnya yang berkaitan dengan kunci jawaban soal UN. Tamin diketahui tidak memiliki pekerjaan tetap.
Setelah diinterogasi oleh anggota Unit Khusus Satreskrim Polresta Makassar Timur, Tamin mengaku kalau soal tersebut didapatnya dari seorang guru yang mengajar di SMA Cokroaminoto bernama Aras (40).
Karena letaknya tidak jauh dari BTP, polisi kemudian bergerak menuju SMA Cokroaminoto dan mengamankan Aras.
Saat diinterogasi sinkat oleh polisi, Aras pun menunjuk kepala sekolah SMA Cokroaminoto Andi Mappanyompa sebagai pemberi kunci jawaban tersebut.
Mappanyompa bersama Aras dan Tamin kemudian dibawa ke Mapolresta Makassar Timur untuk dimintai keterangan.
Sekolah sepi
Pantauan Tribun kemarin, di sejumlah sekolah yang kepala sekolahnya terlibat terkait pembocoran soal UN tersebut relatif sepi. Di SMA Tut Wuri Handayani, suasana sekolah sehari setelah berlangsungnya UN, terlihat sepi.
Tidak terlihat satupun siswa yang beraktivitas. Kelas satu dan dua diliburkan sejak sehari sebelum UN berlangsung, sedangkan siswa kelas tiga juga tidak nampak karena UN telah usai.
Di dalam wilayah sekolah yang terletak di Jl AP Pettarani II ini hanya terlihat dua staf.
Kepala sekolah SMA Tut Wuri Handayani, Bahtiar, menurut staf tersebut sempat datang ke sekolah namun kemudian pulang sebelum pelaksanaan salat Jumat.
Bahtiar, berdasarkan keterangan tersangka, Syamsuddin, juga terlibat dalam rapat pembahasan rencana pembocoran soal UN.
Selain Bahtiar, tiga kepala sekolah lainnya yaitu kepala sekolah SMA Tri Dharma, kepala sekolah SMA Cokroaminoto Latimojong, dan kepala sekolah Abdi Pembangunan, akan menyusul dipanggil pihak kepolisian.
Pemandangan yang sama terlihat di SMA Cokroaminoto Tamalanrea. Suasana di sekitar sekolah terlihat sangat sepi. Tidak hanya siswa, staf pun tidak terlihat batang hidungnya.
Hanya sejumlah orang yang mondar-mandir terlihat di depan sekolah yang terletak di Jl Perintis Kemerdekaan ini.
Pengakuan Kepsek
Belasan nama guru dan staf yang terlibat tersebut berawal dari pengakuan kepala sekolah mereka sendiri yaitu Syamsuddin. Awalnya Syamsuddin menolak disebut terlibat dalam kasus bocornya soal UN tersebut.
"Hal seperti itu tidak betul dan saya tidak tahu menahu. Masak saya mau pertaruhkan nama baik saya dan nama besar sekolah untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan. Lagipula bagaimana mau dikatakan bocor, petugas kepolisian juga menjaga ketat distribusi soal UN sampai di sekolah," jelasnya.
Ia bahkan menilai ada konspirasi untuk menjelekkan dirinya selaku kepala sekolah maupun nama besar institusi pendidikan SMA Kartika. Syamsuddin menyebutnya sebagai persaingan wajar dalam dunia pendidikan.
SMA Kartika juga menjadi penanggungjawab rayon 16 UN.
Namun, di sisi lain, Syamsuddin mengaku bersyukur karena meskipun diterpa isu kurang sedap, namun, seluruh siswa yang mengikuti ujian di sekolah tersebut tetap tidak terpengaruh termasuk para tenaga pengajar dan staf.
Uniknya, saat memenuhi panggilan aparat kepolisian Mapolresta Makassar Timur, Syamsuddin mengakui semua bahwa telah melakukan pembocoran soal.
Bahkan ia blak-blakan menyebut nama semua guru dan kepala sekolah lain yang terlibat.
UN Susulan
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Panitia UN Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan, Saleh Gottang, siap menggelar ujian ulang untuk beberapa mata pelajaran di sekolah yang dicurigai terjadi kebocoran soal.
Hal tersebut akan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama seluruh stakeholder pelaksana UN termasuk dinas pendidikan.
"Kita tidak bisa mengambil keputusan sendiri-sendiri harus dirapatkan bersama. Banyak pertimbangan dan langkah yang harus ditempuh sebelum memutuskan ujian ulang. Jika terbukti jawaban sama persis dengan soal ujian asli, yang jadi pertimbangan apakah memang siswa berhasil mendapatkannya," kata Wakil Kepala Dinas Pendidikan Sulsel ini.
Menurutnya, jika berdasarkan pemeriksaan dan rapat bersama memutuskan harus dilakukan ujian ulang maka kemungkinan besar siswa di enam sekolah yang dicurigai terjadi kebocoran soal akan diikutkan ke dalam ujian susulan dengan soal yang berbeda.
Berdasarkan pemeriksaan polisi serta pengakuan tersangka kebocoran terjadi di seluruh mata pelajaran yang diujiankan (sembilan mata pelajaran).
"Kita harus menunggu pemeriksaan lengkap dari kepolisian. Yang utama, nantinya, keputusan yang diambil juga tidak merugikan para siswa karena bisa berpengaruh besar bagi psikologis mereka," tambahnya.
UN susulan bagi siswa SMA, SMK, dan MA, yang tidak mengikuti ujian utama, sudah dilakukan, Jumat (25/4) hingga Minggu (28/4).
Tim Pemantau
Sementara Kepala Lembaga Penjaminan Mutu (LPMP) Sulsel selaku Sekretariat Tim Pemantau Independen (TPI) Tingkat Provinsi Prof Dr Andi Qashas Rahman, mengaku pihaknya belum mendengar laporan resmi dari pemantau titik di sekolah mengenai indikasi terjadinya kebocoran soal UN.
"Menurut kacamata kami selaku TPI sebelum ada hasil final dari kepolisian kami menganggap sejauh ini berjalan normal-normal saja dan berjalan lancar. Adapun kekurangan sejauh ini tidak mengganggu kualitas ujian," katanya didampingi Kasubag Umum LPMP Sulsel Drs Muhammad Natsir MPd.
Menurutnya, jika temuan pihak kepolisian benar-benar terbukti bisa menjadi cacat dan bisa memalukan bagi peningkatan kualitas pendidikan di Sulsel.
"Tentu akan ada pengulangan di sekolah dan mata pelajaran tertentu agar anak-anak tidak dirugikan. Sekolah yang berada di rayon 16 yang diduga membocorkan soal harus diberikan sanksi berdasarkan ketentuan perundang-undangan," tegasnya.
Ia berharap berbagai kekurangan dalam pelaksanaan UN utama SMA, SMK, dan MA, harus dijadikan pelajaran sebelum pelaksanaan UN SMP, 5-8 Mei mendatang, termasuk memerangi sindikat sebagai musuh bersama.
Sikap lebih tegas disampaikan Rektor Universitas Hasanuddin selaku Penanggung Jawab Tim Pemantau Independen (TPI) Sulawesi Selatan, Prof Dr Idrus A Paturusi SpBO.
Idrus mencurigai kebocoran soal tidak hanya terjadi di enam sekolah yang selama ini gencar diberitakan, namun sudah menyebar di berbagai daerah di Sulsel.
"Tapi sejauh ini kita masih menunggu laporan resmi dari seluruh pemantau di daerah. Jika terbukti saya pikir memang harus ada tindakan tegas bagi para pelaku," tegas Idrus melalui telepon selularnya.
Ia juga menyayangkan pembocoran soal yang dilakukan para oknum guru maupun kepala sekolah.
"Kalau sudah guru yang melakukan pembocoran, pemantau mau berbuat apa. Meski dipantau seketat apapun tapi bisa saja lolos. Ini dibutuhkan kejujuran dan pemikiran yang jernih, karena pemantau tidak berjaga selama 24 jam," jelasnya.

Tribun Timur, Selalu yang Pertama



No comments: